Apa yg biasanya dicari orang saat pergi ke Pekan Raya Jakarta, dulu disebutnya Djakarta Fair? Jawaban buat pertanyaan ini pasti akan beragam, tergantung kebutuhan, tergantung pengalaman masing-masing orang. Kalau buat diri gue sendiri - karena gue suka makan - dari kecil gue paling suka cari stan American Donut. Jadi setiap pulang dari sana, belum sah rasanya kalau nggak bawa sekantong donat. Stan American Donut ini buat gue sangat mengesankan. Yang paling gue ingat adalah mesin pembuat donatnya yg terbuka sehingga pembeli bisa melihat langsung proses pembuatan donat. Mulai dari proses cetaknya, adonan tepung dibentuk cincin lalu dicemplungkan secara otomatis ke minyak panas yg mengalir. Beberapa menit kemudian, donat dibalik secara otomatis sehingga sekarang yg terlihat adalah setengah bagian donat yg sudah berwarna kecokelatan. Donat nyaris matang. Sesudah itu, donat-donat yg sudah matang naik ke tempat penirisan, dihilangkan sisa-sisa minyaknya lalu donat siap disajikan dengan aneka taburan.Saat itu, buat anak perempuan kecil usia 7-8 tahun, mesin ini adalah sihir! Sulap menyenangkan yg mengenyangkan.... PRJ ini digelar pertama kali tahun 1968 dari tanggal 5 Juni hingga 20 Juli dan dibuka atau diresmikan oleh Presiden Soeharto waktu itu dengan melepas merpati pos.Pekan raya di kawasan Monas. PRJ ini pertama disebut DF, singkatan dari Djakarta Fair. Namun kemudian ejaan tersebut menjadi Jakarta Fair sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia saat ini dan kemudian lebih beken dengan Pekan Raya Jakarta. Ide penyelengaraan PRJ muncul atau digagas pertama kali oleh Pemerintah DKI yang kala itu dipimpin oleh Gubernur Ali Sadikin atau Bang Ali pada 1967. Gagasan atau ide ini, karena Pemerintah DKI waktu itu ingin membuat suatu pameran besar yang terpusat dan berlangsung dalam waktu yang lama. Pemerintah DKI waktu itu juga ingin menyatukan berbagai ”pasar malam” yang ketika itu masih menyebar di sejumlah wilayah Jakarta. Pasar Malam Gambir yang tiap tahun berlangsung di bekas Lapangan Ikada (kini kawasan Monas), juga merupakan inspirasi dari pameran yang diklaim sebagai ”Pameran Terbesar” ini.
Tahun 1991, PRJ pindah ke Kemayoran. Gue nggak tertarik lagi pergi ke sana. Duh, jauh benar lokasinya, belum lagi ada keragu-raguan sama keamanan di wilayah bekas lapangan udara itu. Rasanya makin nggak nyaman dan kalau nggak perlu-perlu amat nggak ingin berkunjung ke sana.Akhirnya, semua berubah karena pekerjaan. Pergi ke PRJ kemudian menjadi hal yg rutin karena kegiatan promo Idol berlangsung di sini. Sejak tahun lalu, nyaris tiap minggu dalam sebulan waktu penyelenggaraan PRJ, gue ikut berkunjung ke tempat ini. Dan apa yg gue cari di Pekan Raya Jakarta, dulunya Djakarta Fair pun ikut berubah. Garis merahnya tetap makanan - elo mesti lihat ukuran timbangan gue sekarang, jelas jarang sekali bergerak turun.... Gue akan mencari - hah! - makanan asli Betawi, kerak telor. Ini lebih karena gue merasa gue orang Jakarta, kangen sama makanan asli Jakarta. Jarang-jarang ada penjual ini kalau bukan karena ada PRJ. Nah, ini ada resepnya. Siapa tahu tertarik bikin sendiri....Kerak Telor
Bahan:100 gr ketan putih, rendam semalaman2 butir telur bebek / ayam1/2 sdt merica1/2 sdt penyedap rasa (bila suka)1 sdm bawang goreng1 sdm kelapa parut, goreng sangrai hingga kecoklatan1 sdt ebi, gerus halus2 bh cabe rawit, iris bulat tipis, garam
Taburan:
2 sdm bawang goreng1 sdm ebi, gerus halus1 sdm kelapa parut, goreng sangrai hingga kecoklatan
Cara membuat:
Campur bahan untuk taburan jadi satu. Sisihkan.Masak ketan yang telah direndam di penggorengan. Tutup penggorengan dan masak hingga setengah matang.
Masukkan telur, bawang, kelapa kering, ebi halus, cabe rawit, bumbu penyedap dan garam Aduk rata dan tekan-tekan hingga rata permukaannya.Tutup kembali dan biarkan masak dengan api sedang hingga mengerak.
Sementara itu panas oven 180° dengan api dari atas. Bila sudah matang, pindahkan ke piring tahan panas dan biarkan dalam oven selama 5 menit hingga bagian atasnya agak kecoklatan.Sajikan dengan menaburkan bahan taburannya.
Hahaha, resep tadi udah moderen nih. Pake oven segala. Aslinya sih, si abang cukup hanya dengan membalikkan penggorengannya di atas tungku beberapa menit untuk mematangkan bagian atas kerak telor. Hebatnya nih, kerak telor ini nggak bakal lepas atau jatuh dari wajannya. Lengket ke penggorengan sampai si abang melepaskannya untuk dipindahkan ke atas kertas pembungkus makanan berwarna cokelat.
Melihat proses pembuatannya pasti orang akan berpikiran: lama dan ribet banget sih.... Tapi tahu nggak, pernah sekali waktu gue sempat terkaget-kaget pas beli kerak telor ini. Gue udah siap-siap menontoni abangnya beraksi dengan wajannya dan menunggu agak lama karena gue pesan 2 porsi kerak telor, tau-taunya si abang hanya membuka termos nasi di samping pikulannya, merogoh 2 bungkusan kertas cokelat dan langsung dimasukkan ke kantong kresek putih. Wah,
ready stock nih. Sihir!