Lagi-lagi Mati Gaya
Pulang dari Bandung nggak seru kalau nggak bawa buah tangan, kata orang. Dan buah tangan gue dari sini, tepatnya beli di M&M Juanda, mug dan kotak kecil bermotif jerapah plus rollcake dari toko Bawean. Bukan cuma gue yg menenteng oleh-oleh tapi juga Alett, Andri, Deva Marco dan Budi.
Pulang dengan bus berkapasitas 24 penumpang untuk 10 orang - satu orang RCTI, Edfar namanya, rasanya melegakan. Biarpun busnya kecil dan sempit, kami bisa berpindah-pindah duduk dengan leluasa. Yah, paling nggak ada beda-beda pemandanganlah dari bangku yg berbeda.
Pulang dari Bandung ternyata nggak kalah mati gayanya dari perjalanan berangkat kemarin. Kali ini ada pemeriksaan polisi, truk kontainer yg tergelincir dan pekerjaan jalan tol yg bikin jalur jalan tambah sempit dan berakhir dengan kemacetan. Gila, luar biasa padat dan rasanya bus kami hanya bergerak sekian meter dalam 30 menit. Teman-teman yg sempat tertidur saat bangun pun cuma bisa terheran-heran bahkan kesal karena ternyata kami belum juga lepas dari Purwakarta. Mau bilang apa coba?
Pulang dengan bus akhirnya bikin kami berdelapan cari cara kreatif buat mengusir kejenuhan, biar nggak mati gaya amat. Duduk di bangku tengah, pindah ke belakang. Bersila di bangku depan, rebahan di tengah. Berlutut menghadap ke belakang, pindah duduk ke lengan bangku. Wilayah jajahan duduk pun nggak cuma satu tempat. Kami jadi nomaden. Tadi duduk di sayap kiri, sebentar kemudian jadi sayap kanan. Dari garis depan mundur ke garis belakang. Semua dijelajahi sampai puas. Hanya dua orang yg rada bertahan dengan posisi duduknya, Widya dan Edfar. Malah Widya bisa tahan lama rebahan tidur di bangkunya. Apa nggak pegel ya?
Pulang dari Bandung yg rasanya nggak pernah sampai ini berakhir ketika Gedung Twink tampak di depan mata. Ah, leganya....
<< Home